[FYI] Lima Belas Sifat Gajah Mada

Home Berita [FYI] Lima Belas Sifat Gajah Mada
[FYI] Lima Belas Sifat Gajah Mada

LIMA BELAS SIFAT GAJAH MADA

oleh Renny Masmada

Gadjah Mada

Selama hampir dua tahun setelah Gajah Mada mengundurkan diri, dan kursi Mahapatih Amangkubumi kosong, Hayam Wuruk merasa kewalahan memimpin Majapahit.

Itulah sebabnya pada bulan Bhadrapada tahun saka 1281 (= Agustus 1359) Gajah Mada diminta kembali duduk di kursi Mahapatih Amangkubumi. Pada tahun yang sama, ketika Hayam Wuruk melakukan  perjalanan keliling ke Lumajang, Gajah Mada ikut serta dalam rombongan, tercatat dalam Nagarakretagama pupuh XVII-LX.

Tiga tahun kemudian setelah Gajah Mada kembali duduk menjabat Mahapatih Amangkubumi, Gajah Mada jatuh sakit.

Hal ini terjadi setelah Sri Rajasanegara pulang dari Simping pada tahun 1362, tercatat dalam Nagarakretagama:

Ketika raja pulang dari Simping, segera datang di istana, prihatin kerena sakitnya menteri adimantra Gajah Mada, ia telah berusaha untuk meluaskan pulau Jawa pada  waktu lampau, yaitu dengan Bali, Sadeng, bukti keberhasilannya memusnahkan musuh. (Nagarakretagama 70.3: 54)

Walau kemudian dipanggil kembali ke istana pada tahun 1359, Gajah Mada tampak sudah sangat tua. Gairah politiknya menurun. Dia lebih banyak melakukan pendekatan kepada Sang Hyang Pencipta.

Di Madakaripura, tempat asri yang sangat indah dan sejuk, Gajah Mada menghabiskan akhir-akhir hidupnya. Kekecewaan bathinnya mempengaruhi fisik lahiriahnya. Sebagai manusia biasa Gajah Mada tidak dapat menolak takdir. Tahun ke tahun kesehatannya semakin menurun.

Tahun 1362 diberitakan Gajah Mada sudah sulit melakukan aktifitas hariannya. Dia banyak berada di pasanggrahannya dekat air terjun yang sangat indah dan memberikan kekaguman setiap insani ditemani istri setianya Ken Bebed.

Dua tahun sejak diberitakan sakit yang sangat serius, Gajah Mada mangkat meninggalkan kepedihan hati setiap orang yang pernah mengenalnya.

Menurut Nagarakretagama pupuh LXXI/1 dengan candrasangkala rasa-tunu-ina, Mahapatih Gajah Mada mangkat tahun saka 1286 (=1364 Masehi), sebagai berikut:

Tiga, angin dan matahari tahun saka (1253) ia memangku tanggungjawab kesejahteraan dunia, ia wafat pada tahun saka rasa badan matahari (1286), raja sedih dan berduka, hanya karena keagungan citanya, ia tidak memegang teguh cinta keduniawian, ingat akan hakekat makhluk, kebaikan saja yang setiap hari difikirkan.

Adapun pada pertemuan itu, raja dengan ayahanda berkumpul, beserta ibu serta dua suadara raja tercinta ikut, mereka berkumpul/bermusyawarah tentang dia, yang tahu segala kebajikan dan dosa, abdi raja, untuk mengganti sang patih, diperbincangkan (namun) tak ada berkenan di hati, menjadikan kesedihan yang menusuk.

Raja mengambil kebijakan dari sang Patih yang tak dapat diganti, karena tak ada yang dapat mengganti, apabila ada kesulitan, urusan negara (sementara) didiamkan, sebaiknya dipilih oleh raja menurut pandangan beliau dari para pangeran yang bijak, yang dapat dipercaya kata-katanya dan tahu apabila yang lain tak setuju, tanpa salah. (Nagarakretagama 17.1,2,3 55)

Walau hanya sedikit yang ditulis Prapanca mengenai orang besar yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk negara itu, dalam Nagarakretagama Prapanca menuliskan sedikitnya ada lima belas sifat Gajah Mada, yaitu:

  1. WIJAYA artinya berlaku tenang dalam menghadapi persoalan yang sangat genting.
  2. MANTRYWIRA, artinya pembela negara yang berani dan gagah.
  3. WICAKSANENGNAYA, artinya bijaksana dalam segala tindakan.
  4. MATANGGWAN, artinya menghormati dan memegang kepercayaan (rakyat dan negara) mempertanggung-jawabkan kepercayaan itu.
  5. SATYABHAKTY APRABHU, artinya setia dengan hati yang ikhlas kepada negara dan Sri Mahkota.
  6. WAGMI WAK, artinya pandai berbicara (pidato) dan meyakinkan buah pikirannya kepada orang lain.
  7. SARJJAWOPASAMA, artinya rendah hati, tidak sombong, bermuka manis, tulus, ikhlas, lurus dan sabar.
  8. DHIROTSAHA, artinya rajin bekerja dan sungguh-sungguh, tak mengenal lelah, teguh hati.
  9. TAN LALANA, artinya bersifat gembira, kalau sedih tidak membutuhkan hiburan dari luar.
  10. DIWYACITRA, artinya demokratis, mau mendengarkan pendapat orang lain.
  11. TAN SATRISNA, artinya tidak ingin dikultuskan dan yang terpenting, sangat menjaga hawa nafsu berahi, tidak pamrih.
  12. SIH-SAMASTABHUWANA, artinya menyayangi dan menyatu dengan alam jagad raya ini, menyayangi seluruh isinya. Memelihara dan bersahabat dengan makhluk hidup, alam flora dan fauna di Jagad Raya ini.
  13. GINONG PRATIDINA, artinya selalu mengerjakan yang baik dan meninggalkan perbuatan buruk, setiap hari yang difikirkannya hanya kebaikan belaka.
  14. SUMANTRI, artinya menjadi pegawai negeri yang senonoh, setia kepada hukum, tidak korupsi dan memanfaatkan jabatan, menyalahgunakan wewenang.
  15. ANAYAKEN MUSUH, artinya memusnahkan musuh dengan gagah berani demi cita-cita luhur, untuk negara dan bangsa. Tindakan ini diambil apabila pendekatan persuasif dan perdamaian tidak dapat ditempuh.

Setelah Gajah Mada tiada, jabatan Mahapatih Amangkubumi kosong. Rapat Dewan Sapta Prabhu memutuskan tidak ada orang yang tepat menggantikan Gajah Mada. Sehingga untuk jabatan Mahapatih Amangkubumi dipegang langsung oleh Sri Rajasanagara Hayam Wuruk.

Baru pada tahun saka 1293 (=1371 M) dengan candrasangkala guna-sanga-paksaning-wong, Gajah Enggon diangkat sebagai Mahapatih Amangkubumi sampai tahun saka 1320 (=1398 M) dengan candrasangkala sunya-paksa-kaya-janma.

Dikopipaste dari http://rennymasmada.com/?p=10 tanpa penyuntingan.

 

 

 

 

 

Leave your comment to Cancel Reply

Your email address will not be published.